Selasa, 07 Mei 2013

renungan

Dia pertama dan terakhir
Dia tersembunyi dan tanpak
Dia esa dan Dia raja
Dia Mengetahui dan berkuasa
Dia mencipa dan memberi rezeki
Dia adil dan memerintah
Dia penguasa dan Dia benar
Dia memberitakan dan Menyebutkan
Dia berbuat baik dan berjasa
Dia pengasih dan pengampun
(ibn Athaillah)

Selasa, 05 Februari 2013

Potret Pelajar Kita, Produk Pendidikan

Khory Al-Rhandy* Perjalanan negeri ini sudah hampir satu abad, itu artinya sudah cukup matang untuk melakukan segala bentuk perbaikan dan penataan di semua sektor baik itu pendidikan, ekonomi, sosial dan politik, setelah bangsa kita menerima warisan dari kolonial. Dalam sejarah pendidikan Indonesia, kita sering mendengarkan bahwa dahulu kala pendidikan kita menjadi rujukan negeri tetangga Malaysia, dan kita pun sering mendengar juga bahwa kita mampu melakukan proses pendidikan dengan sangat bagus yang dibuktikan dengan lahirnya para cendikiawan. Itu dulu, keberhasilan yang pernah kita dapatkan. Saat ini kejadiannya malah berubah dan mungkin sangat memprihatinkan, pendidikan kita tidak lagi menjadi rujukan negara orang lain, malah kwalitas pendidikan kita cenderung berada di urutan bawah di antara bangsa lain. Telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam bidang rencana perbaikan pendidikan, semisal perubahan kurikulum yang terus berinovasi, perumusan penyelenggaraan sistem pendidikan yang terintegrasi secara nasional, penyedian anggaran pendidikan 20 % dari APBN yang katanya terbesar dalam sejarah anggaran pendidikan Indonesia, dan sampai pada standarisasi hasil evaluasi pendidikan, inilah upaya-upaya yang dilakukan, sekali lagi adalah untuk memperbaiki citra pendidikan. Namun dari itu, ternyata dari upaya – upaya yang telah dilakukan, nampaknya tidak banyak memberikan konstribusi pada aspek moral pelajar, dan terkesan aspek ini kurang mendapatkan perhatian yang serius, ini terbukti dengan permasalahan pelajar yang setiap hari perilakunya selalu menghiasi koran dan media elektronik. Pelajar sudah mulai tidak terkendali dan mungkin mereka juga lupa terhadap jati dirinya. Akankah pemberitaan negatif selalu mewarnai pelajar kita untuk membangun sejarahnya dengan bad history. Sebuah perilaku menyimpang dan telah terkonstruk menjadi budaya di kalangan pelajar sekarang adalah dalam pendekatan penyelesaian masalahnya memiliki cara sendiri, mereka lebih suka premanisme sebagai solusinya, tawuran dan unjuk kekuatan otot menjadi alternatif rasional. Belum lagi barang haram (narkotika) yang mereka jadikan sebagai konsumsi sarapan wajib, dan itu dijadikan sebagai atribut identitas pelajar saat ini (gaul). Atau yang lebih mengerikan lagi, pergaulannya sudah mencontoh perilaku binatang (Naudzubillahi Min Dzalik). Lalu adakah kesalahan dalam sistem desain pendidikan kita? Ataukah lembaga pendidikan sudah tidak lagi mampu menjadi lembaga yang efektif untuk melakukan proses pembelajaran, pembinaan dan pengayoman untuk melatih peserta didik terbiasa berperilaku dengan norma – norma kesusilaan. Perlu kita renungkan dalam sebuah literatur Hadist ini, Nabi Muhammad pernah menyampaikan “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat (HR. Ar-rabii). Sudah saatnya sistem perencanaan kurikulum nasional dikaji ulang kesuksesan implementasi dan aspek dampaknya, saat ini kurikulum cenderung lebih memberikan porsi dengan waktu yang cukup besar kepada pelajaran-pelajaran kognitif saja, namun kurang memperhatikan akan pentingnya memperbesar porsi proses pelajaran penanaman moral dan etika (afektif & kognitif) yang hal ini salah satunya diwakili oleh materi pendidikan agama. Dengan memperhatikan porsi pendidikan agama, maka peserta didik diharapkan tidak lagi gersang akan nilai-nilai spiritualitas, dan diharapkan juga mereka mampu melakukan kontemplasi dan bahkan muhasabah terhadap dirinya. Selama ini pendidikan agama hanya mendapatkan jatah dua jam dalam seminggu, padahal begitu banyak materi yang tidak hanya karena sebatas amanat kurikulum saja namun materi itu dibutuhkan karena mereka sebagai mahluk yang berketuhanan, mahluk yang memahami bahwa mereka ada yang menciptakan. Jangan sampai bangsa kita sama dengan bangsa Amerika yang kehilangan agama sebagai pegangan hidup, saat ini penduduk negeri berjuluk Paman Sam itu sedang mengalami kesusahan ekonomi, ironisnya mereka bukan malah lebih mendekatkan diri kepada tuhannya, malah sebaliknya mereka meninggalkan agama dan menjadi pengikut agnostis (percaya tuhan, namun tak beribadah menurut satu agama mana pun). Selanjutnya guru perlu juga menelaah ulang terhadap proses pembelajaran yang selama ini berlangsung, adakah interaksi antara guru dan murid di dalamnya selalu terselip pola pendekatan sanksi kekerasan ataukah mungkin proses pembelajaran terasa menyeramkan dan menakutkan, kalau itu terjadi maka perlu segera dihentikan. Karena diakui atau tidak, sedikit banyak apa yang telah dicontohkan dan dilakukan oleh guru di kelas akan berimplikasi terhadap psikologi dan pola pikir peserta didik. Ingat......! kadang peserta didik yang tidak siap secara mental akan merasa sakit hati dan tidak terima terhadap perlakukan yang diberikan oleh seorang guru. Walaupun dengan sanksi guru berkeinginan untuk memberikan aspek jera. Dengan seperti ini saja, seorang guru sudah merangsang tumbuhnya mental kebencian peserta didik, karena peserta didik sudah belajar untuk menyimpan rasa sakit hati kepada orang lain. Tekhnologi informasi (TI) juga telah memberikan konstribusi besar terhadap pola tingkah laku pelajar. TI telah memberikan kemudahaan – kemudahan bagi para pelajar untuk mengakses informasi. Oleh karenanya, tidak hanya yang berkaitan dengan TI, sangatlah penting pihak lembaga pendidikan bekerjasama dengan orang tua siswa melakukan kesepahaman pembinaan, ini dilaksanakan untuk menyelaraskan tentang pentingnya partisipasi aktif orang tua peserta didik dalam proses pembinaan pelajar. Pendidikan hadir, untuk melakukan proses melatih peserta didik untuk tampil tidak hanya cakap secara akademik, namun juga memiliki kesantunan dalam berperilaku. “Fadlul Al-Alimi Ala Al-Abidi Kafadlil Al-Qomari Lailata Al-Badri Ala Saairil Al-Kawakib” Artinya : Kelebihan Seorang Alim (Ilmuan) Terhadap Seorang Abid (Ahli Ibadah) Ibarat Bulan Purnama Terhadap Seluruh Bintang. (HR. Abu Dawud).